Senin, 21 Oktober 2013

ALUR DAN BIAYA PENGURUSAN STR KE MTKI DAN BPPSDM

sesuai dengan kebijakan terbaru tentang pengajuan dan STR dan biayanya, PPNI meneruskan kebijakan mengenai STR tersebut dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Biaya Pengurusan STR yang dibayarkan ke BPPSDM.
2. Alur Pengurusan STR terbaru

Alur pengurusan STR sesuai dengan kebijakan MTKI terbaru adalah sebagai berikut :
1) Pengajuan berkas persyaratan STR ke PPNI  Provinsi
2) PPNI Provinsi menyerahkan berkas persyaratan STR ke MTKP
3) MTKP menginput data dan menverfikasi
4) MTKP mengirim berupa softcopy data dan pas foto saja ke MTKI.
5) MTKI melakukan verifikasi data ulang (yang berupa softocopy) , setelah data diverikasi softcopy data siap dicetak, ditempel foto, dan disahkan lalu dibuat legalisirnya.
5) STR dan dikirim ke MTKP dan STR diambil di MTKP.

3. Syarat-syarat pengajuan STR
a) Fotocopy ijazah yang dilegalisir cap basah : sekolah perawat kesehatan/ DIII Keperawatan/ DIV keperawatan/ S1 keperawatan + profesi ners / S2 Keperawatan + ners spesialis
b) Pas Foto 4x6 dengan background merah

Untuk Pengajuan STR mulai dari Juni 2013 terkena PNBP sesuai PP.21 . Setiap orang yang mengurus membayar Rp. 100.000 dan ditransfer ke rekening Pustanserdik. bila masih belum jelas, silahkan  hubungi MTKI terlebih dahulu untuk prosedur lebih jelas dan lengkap (no telpon ada di bawah)

Khusus untuk pengajuan STR Luar Negeri terbagi menjadi dua:

1) Apabila yang bersangkutan sedang bekerja di Luar negeri, maka pengurusan STR sbb:
a) Fotocopy ijazah yang dilegalisir cap basah : sekolah perawat kesehatan/ DIII Keperawatan/ DIV keperawatan/ S1 keperawatan + profesi ners / S2 Keperawatan + ners spesialis
b) Pas Foto 4x6 dengan background merah
c) Fotocopy passport
d) Surat yang menyatakan bahwa Bapak sedang bekerja di Luar negeri dr instansi setempat
e) Surat rekomendasi dari Pusrengun BPPSDM Kesehatan Kemenkes RI (mohon kirim berkas terlebih dahulu ke Pusrengun) dengan alamat: Jalan. Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
2) Apabila yang bersangkutan akan bekerja di luar negeri dan tidak butuh segera STR mohon diajukan ke MTKP setempat. Jika STR dibutuhkan mendesak maka diperbolehkan mengajukan ke MTKI dengan persyaratan dan prosedur sesuai dengan nomer 1 di atas.

untuk hal-hal yang tidak jelas, silahkan ditanyakan langsung ke sekretariat MTKI dengan alamat :
Jalan Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan
No. Tlp: 021-72800743

DPR Optimis,RUU Keperawatan Akan Selesai 2013



RUU Keperawatan berusaha diselesaikan tahun 2013 ini. Di tahun politik, memang, banyak pembahasan RUU yang tersendat. Tapi, khusus RUU Keperawatan ini akan mendapat prioritas dari DPR RI. 
Dan hasil keputusan rapat Badan Musyawarah (BAMUS) DPR, pembahasan  RUU ini diserahkan sepenuhnya kepada Komisi IX. Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung saat menerima delegasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) di ruang rapat pimpinan, Selasa (21/5). “Hari ini surat akan kami kirim ke Komisi IX,” tandas Pramono kepada para delegasi PPNI. Surat tersebut nantinya mengamanatkan agar segera memulai pembahasannya di Komisi IX.
Bahkan, Pramono mengingatkan, bila ada anggota fraksi di Komisi IX yang menghalang-halangi pembahasan, agar tidak dipilih lagi pada Pemilu 2014. Pernyataan Pramono ini disambut baik PPNI. Nova Riyanti Wakil Ketua Komisi IX ikut hadir mendampingi Pramono Anung. Menurutnya, Komisi IX memang menunggu surat dari pimpinan. Bila sudah turun surat itu, Komisi IX segera tancap gas membahas RUU tersebut.
Seperti diketahui, DPR tinggal memiliki masa sidang 2 kali lagi sebelum menuju Pemilu. Dan pimpinan, kata Pramono, akan memantau RUU Keperawatan ini di sisa masa sidang. Ditambahkan pula oleh Nova, idealnya RUU Keperawatan dibahas di Komisi IX, karena para anggota sudah memahami betul substansinya. Apalagi, Komisi IX pula yang mengawal RUU ini dari awal.
Sementara itu, delegasi perawat yang dipimpin Sekjen PPNI Harif Fadilah, menyatakan, pemerintah tidak serius bahas RUU Keperawatan. Di dunia hanya Indonesia dan Laos yang belum punya UU Keperawatan. Para dokter begitu mudah mendapat perlindungan hukum lewat UU. Tapi perawat masih sulit. Kementerian Kesehatan juga, kata Harif, sering mengeluarkan statemen yang menyakiti hati para perawat. Kesejahteraan perawat juga masih di bawah standar.
Melihat realitas ini, para perawat di Indonesia sepakat akan mogok kerja bila RUU Keperawatan dan kesejahteraan perawat tidak diperhatikan. Para perawat sempat mengancam mogok pada tahun-tahun sebelumnya, tapi karena masih memiliki rasa kemanusiaan, aksi mogok masal itu urung dilakukan. Mereka masih punya hati nurani, karena harus melayani kesehatan masyaraka

Minggu, 20 Oktober 2013

Uji Kompetensi oleh MTKI disaat UU Keperawatan belum Disahkan



Indonesia belum memiliki konsil keperawatan hingga sekarang. Ini adalah imbas belum disahkannya Undang-Undang Keperawatan yang hingga saat ini masih mangkrak di parlemen.Rupanya ketiadaan konsil keperawatan ini tidak menyurutkan rencana pemerintah – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) – untuk segera menggelar uji kompetensi tingkat nasional. Sasaran uji kompetensi ini adalah para perawat yang baru lulus dari pendidikan program diploma dan sarjana keperawatan.
Tentu saja hal ini menyebabkan calon wisudawan dan wisudawati dari program diploma keperawatan dan sarjana keperawatan dibuat tidak nyenyak tidur dan kurang nafsu makan. Setiap hari hanya memikirkan uji kompetensi, cara agar lulus uji kompetensi dan sekaligus menaklukkan uji kompetensi. Padahal selepas itu mereka juga mesti bertarung untuk merebut peluang pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan mereka.
Pemerintah melalui Kemenkes RI telah membentuk Majelis Tenaga Kesehatan (MTKI) yang bertugas untuk melaksanakan uji kompetensi secara nasional tersebut. Saat ini, tugas MTKI hanya memperbaharui registrasi para perawat lama dan 23 tenaga kesehatan lain yang lain, kecuali dokter, dokter gigi dan apoteker. Baru perawat yang akan menjalani uji kompetensi yang direncanakan akan diselenggarakan pada akhir 2013 ini.

Dasar Hukum Uji Kompetensi
Pada awalnya Kemenkes RI untuk tujuan meregistrasi para perawat hanya mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.  Kepmenkes ini hanya mengatur tentang tata cara registrasi dan praktik perawat untuk mendapatkan Surat Izin Perawat (SIP) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Tanpa melalui ujian kompetensi. Kepmenkes RI hanya melakukan pendaftaran terhadap lulusan baru dan perawat lama yang telah bekerja di pusat pelayanan kesehatan.
Namun, seiring direvisinya Undang-Undang Kesehatan (UU Kesehatan), dimana UU Kesehatan No. 23 tahun 1992  dinyatakan tidak berlaku lagi dan kemudian digantikan oleh UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Pemerintah berasumsi bahwa ujian kompetensi perlu segera diadakan. Argumentasi yang disampaikan adalah bahwa ujian kompetensi bagi perawat senafas dengan pasal 23 ayat [5] Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan [Download], yang menyatakan bahwa peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, dan dalam rangka pemberian izin, perlu mengatur tentang registrasi tenaga kesehatan.
Kemudian, menindaklanjuti UU Kesehatan tersebut, Kemenkes RI lalu merevisi Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 dan kemudian menelurkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 161/MENKES/PER/I/2010 yang mengatur tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Permenkes ini tidak bertahan lama dan mengalami revisi kembali pada tahun berikutnya menjadi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan [Download].
Permenkes inilah yang pada akhirnya dijadikan sebagai dasar hukum bagi pelaksanaan ujian kompetensi yang diselenggarakan oleh MTKI. Adapun organisasi profesi – dalam hal ini – Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) diberikan 3 kursi oleh MTKI untuk mewakili para perawat Indonesia dalam lembaga uji kompetensi ini. Sementara itu lembaga pendidikan keperawatan hanya dijadikan sebagai fasilitator dari pelaksanaan uji kompetensi untuk para lulusan masing-masing.
Output yang ditargetkan dari ujian kompetensi ini adalah terhasilnya perawat yang kompeten, ditandai dengan Surat Tanda Registrasi (STR) untuk menjalankan praktik keperawatan di berbagai sarana pelayanan kesehatan. Sedangkan para perawat yang hendak menjalankan praktik keperawatan mandiri, SIPP tetap dikeluarkan dengan pra-syarat memiliki STR terlebih dahulu.

Pro dan Kontra Uji Kompetensi
Rencana pemerintah untuk menggelar uji kompetensi ini masih mengundang pro dan kontra. Di satu sisi, adanya perwakilan PPNI dalam MTKI menunjukkan bahwa organisasi profesi relatif mengadopsi kebijakan tersebut. Namun, beberapa kalangan perawat Indonesia justru menolaknya.
Sebut saja Ikatan Lembaga Mahasiswa Kesehatan Indonesia (ILMIKI) dan berbagai elemen mahasiswa keperawatan lain dengan tegas menolak kehadiran ujian kompetensi ini. Aktivis perawat yang telah bekerja diberbagai sarana pelayanan kesehatan pun ada yang bersuara serupa. Alasan yang dikemukakan oleh penolak kehadiran ujian kompetensi ini adalah bahwasanya dasar hukum terhadap pelaksanaan ujian kompetensi ini lemah. Kemenkes RI hanya bersandarkan kepada Permenkes untuk menyelenggarakan ujian kompetensi yang dianggap “sakral” dikalangan perawat ini.
Selain itu, carut-marutnya managemen MTKI dalam mengurus registrasi tenaga kesehatan di Indonesia saat ini, ditengarai sebagai alasan lain penolakan elemen mahasiswa keperawatan dan aktivis perawat ini. MTKI yang saat ini ditugasi oleh Kemenkes RI hanya untuk meregistrasi 24 tenaga kesehatan yang ada di Indonesia, selain dokter, dokter gigi dan apoteker, tidak menunjukkan kinerja yang menggembirakan.
STR yang saat ini sedang diproses oleh MTKI berjalan dengan sangat lambat. Bahkan banyak diberitakan bahwa dokumen yang telah dikirimkan PPNI dari seluruh Indonesia dinyatakan tidak sampai, rusak bahkan hilang. Akibatnya para tenaga kesehatan yang sedang memproses STR tersebut harus mengirim ulang dokumen yang sama. Akibatnya fatal karena akhirnya registrasi berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dan, kondisi ini yang sedang terjadi di MTKI saat ini sudah memasuki tahun ke-3 dan belum menunjukkan adanya perbaikan.
Civitas perawat Indonesia yang menolak ujian kompetensi ini menginginkan agar ujian kompetensi ini dilakukan oleh konsil keperawatan yang didasarkan oleh Undang-Undang Keperawatan yang saat ini sedang digodok oleh parlemen. Selain memiliki dasar hukum yang kuat, proses ujian kompetensi yang dilakukan oleh konsil keperawatan tersebut akan terjamin independensinya. Tidak seperti yang dikhawatirkan selama ini bahwa tujuan uji kompetensi hanya untuk melanggengkan hegemoni Kemenkes RI terhadap profesi perawat di Indonesia tetap kekal. Bukan untuk kemaslahatan para perawat Indonesia.
Dilain pihak, saat ini Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI) maupun Asosiasi Institusi Pendidikan Diploma Indonesia (AIPDI) belum menyuarakan secara terang sikap mereka terkait ujian kompetensi ini. Institusi ini tampak menunggu proses pembahasan UU Keperawatan di parlemen rampung, baru bersikap. Tetapi telah menggelar berbagai try out untuk mempersiapkan para lulusannya agar bisa mengatasi uji kompetensi ini.
Namun demikian, tampaknya MTKI sebagai kepanjangan tangan dari Kemenkes RI sudah bertekad bulat untuk tetap menggelar uji kompetensi bagi pada akhir tahun 2013 ini secara nasional. Meskipun pro dan kontra akan terus berlangsung dan akan terus menyertai pelaksanaan uji kompetensi tersebut.